Dalam
tradisi tasawuf, hati dipandang sebagai pusat kebersihan jiwa dan cermin
kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya. Banyak ulama sufi menekankan
pentingnya menjaga hati dari kotoran duniawi agar senantiasa hidup dengan
cahaya iman. Imam Abdullah bin Mubarak dalam kitab Risalatul Qusyairiyah
memberikan kalam hikmah yang mendalam: “Saat ditanya apa itu obat hati?
Beliau menjawab: قِلَّةُ الْاِخْتِلَاطِ بِالنَّاسِ (Meminimalkan pergaulan dengan manusia).” Kalam hikmah ini mengajak
kita untuk merenungkan bahwa ketenangan dan kesehatan hati sering kali justru
didapatkan dengan menjaga jarak dari hiruk pikuk interaksi yang berlebihan,
sehingga hati lebih fokus untuk mengingat Allah.
Pertama,
ungkapan ini bukan berarti melarang bergaul sama sekali, melainkan menekankan “pentingnya
selektif dalam berinteraksi”. Terlalu banyak bergaul tanpa tujuan yang jelas
sering kali menjerumuskan seseorang pada percakapan sia-sia, gosip, bahkan
pertengkaran yang dapat mengeraskan hati. Dengan membatasi pergaulan, seseorang
lebih mampu menjaga lisannya, pikirannya, dan hatinya dari hal-hal yang tidak
bermanfaat.
Kedua,
meminimalkan pergaulan memberikan ruang bagi seseorang untuk “merenung,
bermuhasabah (introspeksi diri), dan memperkuat hubungan dengan Allah”. Dalam
kesendirian, hati lebih mudah mendengar suara nurani dan lebih peka terhadap
bisikan iman. Banyak ulama dan wali Allah yang mencapai maqam spiritual tinggi
justru karena membiasakan diri dengan khalwat (menyendiri) untuk
mendekatkan diri kepada Allah.
Ketiga, ajaran ini juga melatih “kemandirian ruhani”. Dengan tidak selalu bergantung pada keramaian atau pengakuan manusia, seseorang belajar menemukan ketenangan dalam dirinya sendiri. Ia tidak mudah larut dalam pengaruh lingkungan, tetapi memiliki prinsip yang kuat. Inilah obat hati sejati, yakni ketika hati bergantung hanya kepada Allah, bukan pada keramaian manusia yang fana.
Kalam hikmah Imam Abdullah bin Mubarak mengajarkan keseimbangan: manusia tetap makhluk sosial yang membutuhkan interaksi, tetapi hati yang sehat lahir dari kemampuan membatasi diri dari pergaulan yang berlebihan. Obat hati adalah menjaga jarak secukupnya agar jiwa tidak lelah oleh hiruk pikuk dunia, melainkan tetap jernih, tenteram, dan kokoh dalam zikir. Dengan begitu, hati menjadi lebih dekat kepada Allah, lebih tenang menghadapi ujian, dan lebih kuat menebarkan kebaikan saat berinteraksi dengan sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar