Dalam kehidupan sehari-hari,
kita sering berhadapan dengan berbagai ragam manusia dengan luka batin, beban
hidup, dan pengalaman pahit yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka mungkin
membawa trauma masa lalu, kegagalan, atau rasa kecewa yang mendalam. Tentu
saja, kita tidak selalu mampu menjadi penolong bagi setiap orang yang terluka, karena
keterbatasan kita sebagai manusia. Namun, ada sebuah prinsip yang indah untuk
dijadikan pedoman: "Bukan kewajiban kita mengobati luka semua orang,
kewajiban kita hanya tidak melukai siapa pun."
Ungkapan ini mengajarkan
kesadaran akan batas kemampuan kita. Tidak semua luka dapat kita sembuhkan, dan
tidak semua masalah orang lain bisa kita selesaikan. Memaksakan diri untuk
menjadi penyembuh bagi semua orang justru bisa membuat kita kelelahan dan
kehilangan arah. Namun, yang menjadi kewajiban moral dan kemanusiaan adalah
menjaga diri agar kita tidak menambah beban, tidak memperdalam luka, dan tidak
menjadi sumber kesakitan baru bagi orang lain. Allah Swt. berfirman:
وَقُلْ لِّعِبَادِيْ يَقُوْلُوا الَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ
يَنْزَغُ بَيْنَهُمْۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ كَانَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوًّا مُّبِيْنًا
"Dan katakanlah kepada
hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (dan
benar). Sesungguhnya setan itu selalu menimbulkan perselisihan di antara
mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia." (QS.
Al-Isra’ [17]: 53)
Dengan memilih untuk tidak
melukai, kita sedang menjalani tanggung jawab sosial yang paling mendasar.
Kata-kata yang penuh empati, sikap yang menghargai, serta tindakan sederhana
yang penuh kebaikan bisa menjadi obat yang tidak terlihat namun sangat berarti.
Sebaliknya, ucapan yang kasar, sikap yang merendahkan, atau tindakan yang tidak
adil bisa melukai hati seseorang lebih dalam daripada luka fisik. Rasulullah
Saw. bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ
الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
"Seorang Muslim adalah orang yang kaum
Muslimin selamat dari lisan dan tangannya." (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Lebih jauh, prinsip ini juga mengajarkan kita tentang keikhlasan. Kita tidak dituntut untuk menjadi pahlawan bagi semua orang, tetapi kita bisa menjadi pribadi yang tidak menambah penderitaan bagi sesama. Bahkan, dengan hanya berusaha menjadi sosok yang aman dan nyaman di sekitar orang lain, kita sudah memberikan ruang penyembuhan. Terkadang, ketenangan yang dirasakan seseorang bukan berasal dari pertolongan besar, melainkan dari hadirnya orang-orang yang tidak menyakitinya.
Ungkapan ini mengingatkan kita bahwa dunia akan menjadi tempat yang lebih damai jika setiap orang menjalani peran kecilnya dengan baik: tidak melukai. Bila setiap individu mampu menahan diri dari kata-kata dan perbuatan yang menyakitkan, maka secara kolektif masyarakat akan dipenuhi rasa aman, saling menghargai, dan kasih sayang. Kita mungkin tidak bisa menghapus semua luka di dunia, tetapi kita bisa memastikan bahwa kita bukanlah orang yang menambah luka itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar