Rabu, 10 September 2025

Anugerah Tertinggi di Antara Segala Nikmat

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering kali terhanyut dalam kesibukan mengejar nikmat duniawi yang tampak di mata: harta, kesehatan, kedudukan, atau prestasi. Semua itu memang merupakan karunia Allah yang patut disyukuri. Namun, dalam dars (pelajaran) bersama Abuya Shaleh Alaydrus, kita diingatkan melalui kalam hikmah: “Kenikmatan yang Allah berikan kepada kita sangatlah banyak dan bermacam-macam. Namun kenikmatan yang terbesar adalah dijadikannya kita menjadi bagian dari umat Nabi Muhammad Saw.” Kalam hikmah ini mengajak kita merenung, bahwa di balik semua kenikmatan lahiriah yang kita miliki, ada anugerah terbesar yang sering terlupakan: keberuntungan kita tergolong dalam umat Rasulullah Saw., pembawa rahmat bagi semesta alam.

Pertama, ungkapan ini menegaskan bahwa “kenikmatan duniawi bersifat sementara”, sedangkan kenikmatan spiritual sebagai umat Nabi Muhammad Saw. bersifat abadi. Harta, kesehatan, dan kedudukan bisa hilang kapan saja, tetapi keberkahan sebagai umat Rasulullah Saw. akan terus mendampingi hingga hari kiamat. Rasulullah Saw. membawa risalah yang menjadi cahaya penuntun kehidupan manusia, yang tanpanya kita akan hidup dalam kegelapan dan kebingungan.

Kedua, menjadi bagian dari umat Nabi Muhammad Saw. berarti kita “mendapatkan syafaat beliau di hari akhir”. Inilah kenikmatan yang tidak bisa ditukar dengan apa pun di dunia. Rasulullah Saw. dikenal dengan kasih sayang yang tak terbatas kepada umatnya, bahkan ketika menjelang wafat, yang beliau pikirkan adalah keselamatan umat. Kenyataan ini menjadi bukti cinta agung beliau yang tiada tara, dan menjadi alasan mengapa kita harus merasa bangga dan bersyukur termasuk dalam umatnya.

Ketiga, dengan status sebagai umat Nabi Muhammad Saw., kita juga “mendapatkan kemudahan dalam syariat”. Dibandingkan dengan umat-umat terdahulu, syariat Islam jauh lebih ringan, penuh kasih sayang, dan sesuai dengan fitrah manusia. Ibadah-ibadah yang diajarkan tidak membebani, tetapi justru menuntun kita pada kebersihan hati dan keluhuran akhlak. Ini semua adalah bentuk rahmat Allah melalui Rasul-Nya, yang sekaligus menunjukkan keistimewaan kenikmatan tersebut.

Kalam hikmah dalam dars bersama Abuya Shaleh Alaydrus ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat terbesar ini. Bersyukur bukan hanya dengan ucapan, tetapi dengan memperkuat iman, meneladani akhlak Rasulullah Saw., dan memperbanyak shalawat. Dengan demikian, kita bukan hanya bangga sebagai umat Nabi Muhammad Saw., tetapi juga berusaha menjaga identitas tersebut dengan sebaik-baiknya. Jika kita mampu memelihara syukur ini, maka kenikmatan dunia yang kita miliki akan semakin bermakna, karena semuanya terarah untuk memperkuat hubungan kita dengan Allah dan Rasul-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Langkah Kecil Hari Ini, Lompatan Besar di Masa Depan

Setiap manusia sering kali terjebak pada penyesalan masa lalu atau kekhawatiran berlebihan akan masa depan. Padahal, yang benar-benar kita...