Dalam
kehidupan sehari-hari, manusia sering kali terhanyut dalam kesibukan mengejar
nikmat duniawi yang tampak di mata: harta, kesehatan, kedudukan, atau prestasi.
Semua itu memang merupakan karunia Allah yang patut disyukuri. Namun, dalam dars
(pelajaran) bersama Abuya Shaleh Alaydrus, kita diingatkan melalui kalam hikmah:
“Kenikmatan yang Allah berikan kepada kita sangatlah banyak dan
bermacam-macam. Namun kenikmatan yang terbesar adalah dijadikannya kita menjadi
bagian dari umat Nabi Muhammad Saw.” Kalam hikmah ini mengajak kita
merenung, bahwa di balik semua kenikmatan lahiriah yang kita miliki, ada
anugerah terbesar yang sering terlupakan: keberuntungan kita tergolong dalam
umat Rasulullah Saw., pembawa rahmat bagi semesta alam.
Pertama,
ungkapan ini menegaskan bahwa “kenikmatan duniawi bersifat sementara”,
sedangkan kenikmatan spiritual sebagai umat Nabi Muhammad Saw. bersifat abadi.
Harta, kesehatan, dan kedudukan bisa hilang kapan saja, tetapi keberkahan
sebagai umat Rasulullah Saw. akan terus mendampingi hingga hari kiamat.
Rasulullah Saw. membawa risalah yang menjadi cahaya penuntun kehidupan manusia,
yang tanpanya kita akan hidup dalam kegelapan dan kebingungan.
Kedua,
menjadi bagian dari umat Nabi Muhammad Saw. berarti kita “mendapatkan syafaat
beliau di hari akhir”. Inilah kenikmatan yang tidak bisa ditukar dengan apa pun
di dunia. Rasulullah Saw. dikenal dengan kasih sayang yang tak terbatas kepada
umatnya, bahkan ketika menjelang wafat, yang beliau pikirkan adalah keselamatan
umat. Kenyataan ini menjadi bukti cinta agung beliau yang tiada tara, dan
menjadi alasan mengapa kita harus merasa bangga dan bersyukur termasuk dalam
umatnya.
Ketiga, dengan status sebagai umat Nabi Muhammad Saw., kita juga “mendapatkan kemudahan dalam syariat”. Dibandingkan dengan umat-umat terdahulu, syariat Islam jauh lebih ringan, penuh kasih sayang, dan sesuai dengan fitrah manusia. Ibadah-ibadah yang diajarkan tidak membebani, tetapi justru menuntun kita pada kebersihan hati dan keluhuran akhlak. Ini semua adalah bentuk rahmat Allah melalui Rasul-Nya, yang sekaligus menunjukkan keistimewaan kenikmatan tersebut.
Kalam hikmah dalam dars bersama Abuya Shaleh Alaydrus ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat terbesar ini. Bersyukur bukan hanya dengan ucapan, tetapi dengan memperkuat iman, meneladani akhlak Rasulullah Saw., dan memperbanyak shalawat. Dengan demikian, kita bukan hanya bangga sebagai umat Nabi Muhammad Saw., tetapi juga berusaha menjaga identitas tersebut dengan sebaik-baiknya. Jika kita mampu memelihara syukur ini, maka kenikmatan dunia yang kita miliki akan semakin bermakna, karena semuanya terarah untuk memperkuat hubungan kita dengan Allah dan Rasul-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar