Halaman

Minggu, 07 Desember 2025

Hati yang Bersih, Amal yang Naik

Kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Al-Ghazali adalah salah satu pedoman akhlak dan adab yang sangat dalam maknanya bagi mereka yang ingin memperbaiki perjalanan menuju Allah. Salah satu nasihat emas di dalamnya adalah bahwa amal ibadah tidak akan sampai kepada Allah sebelum bersih dari penyakit-penyakit hati seperti iri, riya’, sombong, dan sebagainya. Nasihat ini mengingatkan kita bahwa kualitas ibadah tidak hanya ditentukan oleh gerakan dan lafadz, tetapi terutama oleh kebersihan hati, tempat di mana Allah memandang hamba-Nya. Memahami hikmah ini membuat seseorang menempatkan ibadah bukan hanya sebagai rutinitas, tetapi sebagai jalan penyucian diri.

Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa ibadah tidak akan sampai kepada Allah jika hati masih penuh penyakit. Hal ini karena ibadah bukan sekadar ritual lahiriah, melainkan persembahan batin. Ibarat seseorang memberikan hadiah bernilai tinggi namun dikotori oleh noda, maka hadiah itu kehilangan makna. Begitu pula ibadah yang dilakukan dengan hati yang masih dipenuhi iri, dengki, riya’, atau sombong. Allah tidak melihat bentuk lahirnya, tetapi melihat apa yang tersembunyi dalam hati hamba-Nya.

Penyakit seperti iri dan dengki merusak hubungan antar manusia, tetapi juga merusak hubungan dengan Allah. Riya’ membuat ibadah kehilangan keikhlasan, karena dilakukan untuk makhluk, bukan untuk Allah. Kesombongan membuat seseorang memandang dirinya lebih tinggi dan menganggap ibadahnya sebagai alasan untuk merasa mulia. Semua penyakit ini menjadi tabir yang menutupi cahaya ibadah, sehingga amal yang seharusnya menjadi sarana mendekat, justru membuat seseorang jauh tanpa ia sadari.

Dalam tradisi tasawuf dan akhlak, hati adalah pusat kedekatan dengan Allah. Hadis Nabi menjelaskan bahwa Allah tidak melihat rupa dan harta, tetapi melihat hati dan amal. Maka ketika Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa hati adalah tempat pandangan Allah, beliau mengingatkan bahwa kualitas batin jauh lebih utama daripada kuantitas amal. Betapa banyak orang yang ibadahnya sedikit namun diterima karena hatinya bersih, dan betapa banyak yang ibadahnya banyak tetapi tertolak karena hatinya rusak. Bersihnya hati adalah kunci utama penerimaan amal.

Penyucian hati (tazkiyatun nafs) bukan sekadar ajaran tambahan dalam Islam, tetapi fondasi yang membuat ibadah bernilai. Imam Al-Ghazali menjelaskan dalam banyak karyanya bahwa membersihkan hati dari penyakit lebih sulit daripada memperbanyak ibadah. Namun justru upaya inilah yang memurnikan hubungan hamba dengan Tuhannya. Ketika hati bersih, amal yang sedikit pun menjadi bercahaya; namun ketika hati kotor, amal yang banyak pun menjadi gelap. Karena itu, penyucian hati harus berjalan seiring dengan pelaksanaan ibadah lahiriah.

Pesan Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa perjalanan menuju Allah memerlukan dua sayap: ibadah lahiriah dan kebersihan batin. Tanpa salah satu dari keduanya, perjalanan itu tidak akan sempurna. Ibadah adalah bentuk ketaatan, sementara hati yang bersih adalah tempat bersemayamnya niat yang tulus. Jika keduanya bersatu, maka amal akan naik kepada Allah dengan cahaya yang murni. Inilah inti ajaran para ulama: bahwa keberhasilan seorang hamba bukan diukur dari banyaknya amal, tetapi dari keikhlasan hati yang menyertai amal tersebut. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Bacaan Al-Qur’an Mengangkat Kedudukan di Surga

Dalam tradisi keilmuan Islam, para ulama senantiasa menekankan pentingnya Al-Qur’an bukan hanya sebagai bacaan, tetapi juga sebagai pedoma...