Halaman

Kamis, 11 Desember 2025

Bahaya Tersembunyi di Balik Rusaknya Hubungan Keluarga

Dalam khazanah tasawuf dan etika Islam, kalam hikmah para Ahlul Bait memiliki kedudukan istimewa sebagai panduan moral yang menyentuh aspek batin dan sosial kehidupan. Salah satu di antaranya adalah pesan Sayyidina Ali Zainal Abidin, cucu Sayyidina Husain dan imam yang dikenal dengan sebutan Zain al-‘Abidin karena ketekunannya dalam ibadah. Dalam kitab Al-Nashā’i al-Dīniyyah, beliau menyampaikan sebuah peringatan agar tidak bergaul dengan orang yang memutus hubungan kekeluargaan, karena terdapat tiga tempat dalam Al-Qur’an yang menggambarkan kemurkaan Allah terhadap pelaku dosa tersebut. Pesan ini bukan hanya bersifat normatif, tetapi juga mengandung kedalaman psikologis dan sosial bagi pembentukan karakter seorang Muslim.

Ungkapan لَا تُصَاحِبْ قَاطِعَ الرَّحِمِ، فَإِنِّي وَجَدْتُهُ مَلْعُوْنًا فِي ثَلَاثَةِ مَوَاضِعَ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ janganlah engkau bergaul dengan pemutus hubungan kekeluargaan (qāthi‘ al-raim) karena aku mendapatinya dilaknat di 3 tempat dalam Kitabullah” mengandung makna bahwa pergaulan memiliki pengaruh kuat terhadap pembentukan sikap, moral, dan spiritual seseorang. Sayyidina Ali Zainal Abidin menekankan bahwa seseorang yang menjadikan pelaku dosa besar sebagai teman dekat akan terdampak oleh nilai-nilai buruk yang dibawanya. Putusnya silaturahim bukan hanya menunjukkan lemahnya kasih sayang dan kepedulian sosial, tetapi juga mencerminkan sebuah penyakit batin berupa kesombongan, kedengkian, dan kekikiran. Karena itu, menjauhi pergaulan semacam ini adalah langkah perlindungan diri agar tidak ikut terseret dalam dosa dan kerusakan moral.

Beliau kemudian menegaskan bahwa pelaku pemutus hubungan kekeluargaan “dilaknat di tiga tempat dalam Kitabullah.” Para ulama memaknai bahwa “tiga tempat” itu merujuk kepada ayat-ayat Al-Qur’an yang secara tegas memberikan ancaman keras kepada mereka yang memutuskan tali kekeluargaan. Di antara ayat yang sering disebut adalah surat Muhammad ayat 22–23 yang menyatakan bahwa Allah melaknat mereka yang merusak hubungan kekeluargaan; surat Al-Baqarah ayat 27 yang menggambarkan pelaku pemutusan tali rahim sebagai orang fasik; serta surat Ar-Ra‘d ayat 25 yang menyebutkan bahwa bagi mereka disediakan kebinasaan di dunia dan akhirat. Ketiga ayat ini menunjukkan tingkat keseriusan dosa tersebut, sehingga layak dijadikan dasar peringatan oleh para ulama dan ahli hikmah.

Makna “laknat” dalam konteks ini bukan sekadar kutukan, tetapi pengusiran dari rahmat Allah, yaitu hilangnya taufik, ketenangan, dan keberkahan dalam hidup. Ketika seseorang memutus hubungan keluarga, ia bukan hanya merusak struktur sosial, tetapi juga memotong salah satu saluran rahmat Allah yang memang sengaja diletakkan dalam hubungan kekerabatan. Hal ini selaras dengan banyak hadis Nabi Muhammad Saw. yang menegaskan bahwa silaturahim adalah sebab panjang umur, bertambahnya rezeki, dan turunnya keberkahan. Dengan demikian, memutus tali kekeluargaan berarti menutup pintu kebaikan bagi diri sendiri sebelum menimbulkan kerusakan bagi orang lain.

Kalam hikmah Sayyidina Ali Zainal Abidin ini bukan hanya bersifat peringatan, tetapi juga pedoman etika sosial dalam membangun komunitas yang penuh kasih. Dengan menjauhi para pemutus silaturahim, seorang Muslim diarahkan untuk memilih lingkungan yang mendorong kedamaian, kasih sayang, dan solidaritas. Hikmah ini juga mengajarkan bahwa menjaga hubungan kekeluargaan bukan sekadar kewajiban sosial, tetapi bentuk nyata ketaatan kepada Allah dan bagian dari penyempurnaan akhlak. Dengan memahami kedalaman pesan ini, diharapkan setiap individu terdorong untuk selalu memperbaiki hubungan keluarga, menghindari konflik, serta menebarkan kebaikan demi terwujudnya kehidupan yang harmonis dan dirahmati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Bacaan Al-Qur’an Mengangkat Kedudukan di Surga

Dalam tradisi keilmuan Islam, para ulama senantiasa menekankan pentingnya Al-Qur’an bukan hanya sebagai bacaan, tetapi juga sebagai pedoma...