Selasa, 17 Juni 2025

Masjid dan Habib Abdullah Al-Haddad

Setiap amal besar bermula dari niat yang tersembunyi di kedalaman hati. Niat bukan sekadar keinginan, melainkan cermin keikhlasan dan kemurnian tujuan. Dalam sejarah para salihin, ada banyak kisah yang mengajarkan betapa pentingnya meluruskan niat sebelum melakukan amal saleh. Salah satunya adalah kisah penuh hikmah dari Habib Abdullah al-Haddad, seorang ulama besar yang terkenal dengan kebijaksanaan dan ketajaman mata hatinya dalam menilai manusia.

Seorang laki-laki mengunjungi Habib Abdullah al-Haddad.

“Aku ingin membangun sebuah masjid,” kata laki-laki itu.

“Perbaiki niatmu.”

“Aku telah memperbaiki niatku.”

“Baiklah, jika niatmu telah benar, aku ingin tanya, bagaimana jika setelah masjid selesai dibangun masyarakat menganggap orang lain yang telah membangunnya? Mereka sama sekali tidak menyebut namamu,” tanya beliau.

“Hal itu tentu akan terasa berat bagiku,” jawabnya.

“Niatmu belum benar,” kata Habib Abdullah al-Haddad.

Datang seorang lelaki lain.

“Aku ingin membangun masjid ikhlas demi Allah.”

“Berikanlah kepadaku dana yang telah kamu siapkan untuk membangun masjid. Nanti terserah pada Habibmu Abdullah, ia akan gunakan uang itu untuk membangun masjid, makan atau dibagi-bagikan. Tetapi, di akhirat nanti kamu akan memperoleh pahala membangun masjid.”

“Akan kupikir-pikir dahulu.”

Setelah berpikir, akhirnya lelaki itu menolak usulan Habib Abdullah al-Haddad.

“Harta tidak akan keluar kecuali sebagaimana datangnya,” kata Habib Abdullah al-Haddad.

Seorang laki-laki lain datang menemui Habib Abdullah al-Haddad.

“Wahai Habib, aku ini seorang pedagang. Sudah lama aku berniat membangun masjid semata-mata karena Allah. Untuk mewujudkan cita-citaku ini, aku menabung tiap kali memperoleh keuntungan. Sekarang tabunganku telah cukup untuk membangun masjid.”

“Jika kamu benar-benar ingin membangun masjid, berikanlah tabunganmu itu kepadaku, terserah Habibmu Abdullah, akan ia gunakan uang itu untuk membangun masjid, menyedekahkannya atau memakannya. Tetapi, di surga nanti kamu akan memperoleh pahala membangun masjid dan pahala orang yang beribadah di dalamnya.”

“Wahai Habib, jika benar ucapanmu itu, akan kuserahkan semua tabunganku kepadamu, dan aku tidak perlu bersusah payah memikirkan pembangunan masjid. Aku akan pulang sekarang untuk mengirimkan uang itu kepadamu. Gunakanlah uang itu sesukamu,” kata lelaki itu kegirangan.

“Habibmu ini tidak membutuhkan tabunganmu. Ia hanya ingin menguji niatmu. Sekarang, bangunlah sebuah masjid dan umumkanlah rencana pembangunan itu kepada masyarakat, karena niatmu telah benar.”

Demikianlah, keikhlasan bukan hanya diucapkan, tetapi diuji melalui pengorbanan dan ketulusan. Siapa yang mampu melewati ujian niat, maka amalnya akan diterima dengan kemuliaan. Dari kisah ini kita belajar bahwa amal yang diterima di sisi Allah bukan sekadar amal yang besar bentuknya, tapi yang murni tujuannya. Maka luruskanlah niat, karena dari situlah segala keberkahan bermula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dari Informasi ke Transformasi: Mewujudkan Pendidikan yang Membebaskan

Dalam dunia pendidikan yang terus berkembang, filsuf asal Brasil Paulo Freire menawark...