Dalam kehidupan yang serba
cepat dan kompetitif, banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan,
terkadang dengan mengabaikan nilai-nilai luhur. Namun dalam kearifan lokal
Jawa, terdapat ungkapan bijak yang memberikan panduan hidup penuh makna: “Sepi
ing pamrih, rame ing gawe, banter tan mblancangi, dhuwur tan nungkuli.”
Ungkapan ini mengajarkan kita untuk bekerja keras dan penuh semangat tanpa
pamrih, melangkah cepat tanpa mendahului orang lain secara tidak etis, serta
meraih posisi tinggi tanpa harus menjatuhkan atau mengungguli orang lain.
Sebuah prinsip yang sarat makna dan relevan di segala zaman.
Sepi ing pamrih, rame ing gawe
berarti seseorang harus bekerja dengan sungguh-sungguh, tanpa mengharapkan
pujian atau imbalan semata. Ketulusan dalam berkarya akan menciptakan kepuasan
batin dan keberkahan dalam hasil. Orang yang tidak sibuk mencari pengakuan,
tapi terus bergerak dalam diam, justru seringkali menjadi sosok yang paling
berdampak. Semangat ini melahirkan integritas dan ketulusan, dua hal yang
sangat dibutuhkan dalam dunia kerja maupun kehidupan sosial.
Banter tan mblancangi
mengajarkan bahwa bergerak cepat itu penting, namun tidak dengan cara menyalip
orang lain secara tidak adil. Dalam prinsip ini terkandung nilai etika dan
sportivitas. Kita diajak untuk menghargai proses dan menjaga etika bersaing.
Kecepatan dan ketepatan adalah kekuatan, tetapi harus disertai dengan kesadaran
bahwa tidak semua hal harus dimenangkan dengan cara terburu-buru atau
mengorbankan orang lain.
Dhuwur tan nungkuli adalah simbol kerendahan hati meski telah mencapai puncak. Orang yang benar-benar mulia tidak merasa lebih tinggi dari yang lain, meski dirinya telah berada di posisi yang lebih tinggi secara status maupun kemampuan. Kesombongan bukanlah ciri dari kemuliaan sejati. Semakin tinggi seseorang, semestinya semakin rendah hatinya. Ungkapan ini menyiratkan bahwa kebesaran sejati terletak pada kemampuan menahan diri untuk tidak merendahkan orang lain.
Ungkapan bijak ini menjadi pelita di tengah dunia yang sering kali menilai manusia dari pencapaian yang tampak. Ia mengajarkan bahwa keberhasilan sejati bukan sekadar soal hasil, melainkan tentang bagaimana cara mencapainya. Bekerja tanpa pamrih, bersaing dengan jujur, dan tetap rendah hati adalah sikap hidup yang tidak hanya membawa keberkahan, tetapi juga ketenteraman jiwa. Dalam kesunyian pamrih dan kegigihan kerja itulah, manusia menemukan makna hidup yang sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar