Sabtu, 12 Juli 2025

Amal Baik Tak Cukup Tanpa Ridha Orang Tua

Hubungan anak dan orang tua bukan sekadar ikatan darah, melainkan jalan menuju ridha Allah. Kisah Alqamah membuka mata hati kita bahwa amal baik yang tampak sekalipun bisa tertahan nilainya jika hak ibu dan ayah diabaikan. Betapa banyak orang menjaga ibadahnya, tetapi melupakan ridhanya orang tua, padahal restu mereka adalah pintu langit yang tak tergantikan. Di balik kasih seorang ibu, tersimpan rahmat Allah yang begitu luas, dan ketika kasih itu terluka, dampaknya bisa menghalangi kebaikan terbesar sekalipun, termasuk kalimat syahadat di akhir hayat.

Alqamah tidak pernah meninggalkan majelis Rasulullah Saw. Dia sangat jujur dalam urusan uang dan timbangan. Sayang, ia memutuskan hubungan dengan ibunya, karena lebih mengutamakan istrinya.

Sewaktu sakit menjelang ajalnya, para sahabatnya menuntun dia mengucapkan kalimat syahadat, tetapi dia tidak mampu menirukan. Anehnya, jika sahabatnya menuntunnya mengucapkan kalimat lain, ia dapat menirukan. Kejadian ini kemudian disampaikan kepada Rasulullah Saw.

“Wahai Rasulullah, Alqamah tidak dapat mengucapkan kalimat syahadat padahal ia sekarang sedang sekarat,” lapor teman-temannya.

Rasulullah Saw. segera pergi menengok Alqamah. Beliau sendiri kemudian menuntun Alqamah mengucapkan kalimat syahadat, namun Alqamah tak mampu menirukan. Permasalahan Alqamah ini menjadi besar, karena Rasulullah Saw. sendiri tidak mampu menuntunnya mengucapkan kalimat tauhid.

“Beritahu kami, bagaimana keadaan suamimu dan bagaimana amalnya?” tanya Rasulullah Saw. kepada istri Alqamah.

“Wahai Rasulullah, semua amalnya baik kecuali satu hal,” jawabnya.

“Apa itu?”

“Demi cintanya kepadaku ia memutuskan hubungan dengan ibunya.”

“Jelaslah sekarang. Itulah yang menyebabkan ia tidak dapat mengucapkan syahadat,” kata Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw. kemudian mengutus seseorang untuk menemui ibu Alqamah.

“Sampaikan salamku kepadanya dan tanyakan apakah ia mau datang kepadaku atau aku yang datang mengunjunginya?”

Sesampainya di rumah ibu Alqamah, utusan itu segera menyampaikan pesan Rasulullah Saw.

“Diriku sebagai tebusan beliau, aku lebih berhak mengunjunginya,” jawab ibu Alqamah.

“Rasulullah berada di rumah Alqamah,” kata utusan itu.

Ibu Alqamah kemudian pergi ke rumah anaknya.

“Maafkanlah anakmu,” pinta Rasulullah Saw. kepada sang ibu.

“Tidak, wahai Rasulullah, aku tidak bisa memaafkannya. Luka hatiku ini terlalu dalam. Tiap malam aku tak bisa tidur nyenyak karena perasaan marah yang bergolak di dadaku. Sementara, ia tidur nyenyak di samping istrinya. Tidak, aku tak bisa memaafkannya,” kata sang ibu.

Rasulullah Saw. membujuk ibu ini agar mau meridhai anaknya, tetapi tidak berhasil.

Beliau kemudian menemukan siasat.

“Kumpulkanlah kayu,” perintah Rasulullah Saw. kepada para sahabatnya. Tak berapa lama, terkumpullah kayu dalam jumlah besar. Beliau kemudian memerintahkan untuk membakar timbunan kayu itu.

Melihat api yang menjilat-jilat, sang ibu bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang hendak engkau perbuat dengan api itu?”

“Kami akan melemparkan Alqamah ke dalamnya.”

“Anakku, buah hatiku akan engkau bakar?” jerit ibu Alqamah.

“Jika engkau tidak bisa memaafkan, Allah akan membakarnya dengan api akhirat yang jauh lebih dahsyat dan besar.”

Menyadari hal ini, sang ibu akhirnya akan berkata, “Wahai Rasulullah, aku maafkan dia.”

Rasulullah Saw. kemudian berkata kepada para sahabatnya, “Tengoklah Alqamah! Bagaimana keadaannya?”

Mereka segera bergegas ke dalam rumah Alqamah. Dan dari balik dinding, mereka mendengar Alqamah mengucapkan kalimat syahadat.

Dari kisah ini, kita belajar bahwa surga benar-benar berada di bawah telapak kaki ibu, dan ridha Allah bergantung pada ridhanya orang tua. Tidak cukup menjadi baik di mata manusia jika belum benar di hadapan ibu dan ayah. Alqamah akhirnya mampu mengucap syahadat setelah hati ibunya luluh dan memaafkan, menunjukkan bahwa keretakan hubungan keluarga bisa menjadi penghalang antara kita dan akhir yang husnul khatimah. Semoga kisah ini menggerakkan kita untuk lebih berbakti, merendah, dan memuliakan kedua orang tua, sebelum terlambat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berani Bermimpi Besar: Kunci untuk Hidup yang Lebih Bermakna

Dalam hidup ini, mimpi adalah bahan bakar utama yang menggerakkan langkah dan memberi arah pada tujuan. Mimpi membuat kita berani berharap...