Kalam hikmah Imam Dzun Nun
Al-Mishri yang diriwayatkan dalam kitab Al-Risalah al-Qusyairiyyah, “Orang
yang paling mampu menjaga diri adalah orang yang paling mampu menjaga mulutnya”,
mengandung pesan mendalam tentang hubungan antara lisan dan keselamatan jiwa. Kalam
hikmah ini mengingatkan bahwa banyak kerusakan akhlak dan kehancuran hubungan
manusia berawal dari ucapan yang tidak terjaga. Dalam tradisi tasawuf,
penjagaan diri (hifdh al-nafs) bukan hanya soal menjauhi maksiat
lahiriah, tetapi juga mengendalikan anggota tubuh yang paling cepat menyeret
manusia ke dalam dosa, yaitu lisan.
Menjaga mulut berarti menjaga
ucapan agar tidak keluar kecuali yang bermanfaat, benar, dan diridhai Allah.
Lisan memiliki kekuatan besar: ia bisa menjadi sarana zikir, nasihat, dan
kebaikan, tetapi juga dapat berubah menjadi alat ghibah, fitnah, dusta, dan
kesombongan. Imam Dzun Nun Al-Mishri menekankan bahwa orang yang mampu
mengendalikan lisannya menunjukkan kedewasaan ruhani, karena ia tidak menuruti
dorongan hawa nafsu untuk berbicara tanpa pertimbangan.
Keterkaitan antara menjaga
lisan dan menjaga diri sangat erat, sebab lisan adalah cerminan isi hati.
Ketika hati dipenuhi kesadaran kepada Allah, rasa takut akan dosa, dan
keinginan untuk selamat, maka lisan akan lebih terkontrol. Sebaliknya, lisan
yang liar sering menjadi tanda hati yang lalai. Oleh karena itu, menjaga mulut
sejatinya adalah proses menjaga hati, sebab ucapan yang baik lahir dari hati
yang bersih dan terlatih dalam muraqabah (merasa selalu diawasi oleh
Allah).
Dalam konteks kehidupan sosial, kalam hikmah ini sangat relevan. Banyak konflik, permusuhan, dan dosa sosial terjadi bukan karena perbuatan fisik, tetapi karena kata-kata: ucapan yang melukai, membongkar aib, menyulut kebencian, atau menyebarkan kebohongan. Orang yang mampu menjaga mulutnya akan lebih aman hubungannya dengan manusia dan lebih selamat amalnya di hadapan Allah. Inilah makna “paling mampu menjaga diri”: ia melindungi kehormatan, pahala, dan keselamatan akhiratnya.
Dengan demikian, kalam hikmah Imam Dzun Nun Al-Mishri mengajarkan bahwa pengendalian diri sejati dimulai dari lisan. Menahan diri dari ucapan yang sia-sia dan berbahaya adalah bentuk mujahadah yang besar, tetapi hasilnya adalah keselamatan dan ketenangan jiwa. Orang yang mampu menjaga mulutnya telah menutup banyak pintu dosa, dan dengan itu ia menjadi hamba yang lebih dekat kepada Allah serta lebih aman bagi dirinya dan orang lain.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar