Ungkapan “Perasaan malu
(melakukan perkara yang tidak pantas) adalah cabang dari muraqabah
(merasa dipantau oleh Allah)” mengandung makna akhlak dan spiritual yang sangat
dalam. Sebelum memahaminya secara rinci, penting untuk menempatkan ungkapan ini
dalam kerangka pendidikan jiwa dalam Islam. Islam tidak hanya menekankan
ketaatan lahiriah, tetapi juga pembinaan batin agar seseorang memiliki
pengendalian diri yang kuat, bahkan ketika tidak ada manusia yang melihatnya.
Perasaan malu dalam konteks ini
bukanlah rasa rendah diri atau takut berlebihan kepada manusia, melainkan rasa
enggan dan menahan diri dari perbuatan yang tidak pantas menurut agama dan
akhlak. Rasa malu seperti ini merupakan sifat terpuji yang mendorong seseorang
untuk menjaga kehormatan diri, ucapan, dan perbuatannya. Ia menjadi benteng
yang mencegah seseorang terjerumus ke dalam dosa, karena hati merasa tidak
nyaman melakukan keburukan, baik di hadapan orang lain maupun saat sendirian.
Sementara itu, muraqabah
adalah kesadaran mendalam bahwa Allah senantiasa mengawasi, mengetahui, dan
menyaksikan segala sesuatu yang dilakukan oleh hamba-Nya, baik yang tampak
maupun yang tersembunyi. Muraqabah melahirkan rasa tanggung jawab
spiritual yang tinggi, karena seseorang meyakini bahwa tidak ada satu pun
perbuatan, niat, atau lintasan hati yang luput dari pengetahuan Allah.
Kesadaran inilah yang membentuk keikhlasan dan konsistensi dalam kebaikan.
Ketika dikatakan bahwa perasaan malu adalah cabang dari muraqabah, maksudnya adalah bahwa rasa malu yang sejati tumbuh dari kesadaran akan pengawasan Allah. Seseorang merasa malu berbuat maksiat bukan sekadar karena takut kepada manusia, tetapi karena merasa tidak pantas melanggar perintah Allah yang selalu melihatnya. Dengan kata lain, semakin kuat muraqabah seseorang, semakin kuat pula rasa malunya terhadap perbuatan dosa dan pelanggaran akhlak.
Akhirnya, ungkapan ini mengajarkan bahwa pembinaan akhlak harus dimulai dari dalam hati. Jika muraqabah tertanam dengan baik, maka perasaan malu akan muncul secara alami dan menjadi pengontrol perilaku yang efektif. Malu yang bersumber dari muraqabah akan menjaga seseorang dalam kesendirian maupun keramaian, menjadikannya pribadi yang jujur, beradab, dan bertakwa. Inilah hubungan yang harmonis antara kesadaran iman dan akhlak dalam kehidupan seorang muslim.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar