Rabu, 16 April 2025

Esensialisme: Seni Memilih yang Paling Penting dalam Hidup

Ucapan Anies Rasyid Baswedan dalam mengulas buku Essentialism The Disciplined Pursuit of Less karya Greg Mckeown “Cara berpikir esensialis itu bukan mencoba untuk melakukan semuanya, tapi kita perlu memahami bahwa saya bisa melakukan apa saja, tapi tidak semuanya (melakukan hal yang benar-benar penting)” mengandung pesan mendalam tentang makna fokus, kesadaran, dan kebijaksanaan dalam memilih. Dalam dunia yang serba cepat dan penuh distraksi seperti sekarang, banyak orang terjebak dalam jebakan produktivitas semu, merasa harus melakukan banyak hal sekaligus demi merasa berarti. Padahal, cara berpikir esensialis justru mengajarkan bahwa hidup bukan tentang seberapa banyak yang kita lakukan, tetapi seberapa penting hal yang kita pilih untuk dilakukan. Ini adalah ajakan untuk hidup dengan arah, bukan sekadar aktivitas.

Pernyataan beliau “saya bisa melakukan apa saja, tapi tidak semuanya” menegaskan bahwa kita memiliki potensi besar, tetapi sumber daya kita terbatas, waktu, energi, perhatian. Maka, kita harus bijak dalam menentukan prioritas. Esensialisme menuntut kita untuk memilah mana yang benar-benar penting dari sekian banyak hal yang mendesak atau tampak menarik. Dengan demikian, kita tidak mudah terbebani oleh ekspektasi luar, dan bisa menata hidup berdasarkan nilai dan tujuan yang kita yakini.

Cara berpikir esensialis bukan berarti malas atau memilih jalan pintas. Justru sebaliknya, ini adalah bentuk disiplin tertinggi dalam memilih yang bermakna daripada yang ramai. Dalam dunia profesional, ini bisa berarti menolak beberapa proyek agar bisa total di satu proyek penting. Dalam kehidupan pribadi, ini bisa berarti meluangkan waktu untuk keluarga dan kesehatan, daripada terjebak dalam rutinitas tanpa jeda. Fokus bukan berarti menyempitkan pilihan, tetapi menguatkan dampak.

Dengan mengadopsi pola pikir esensialis, kita belajar untuk berkata “tidak” pada hal-hal yang baik agar bisa berkata “ya” pada hal-hal yang terbaik. Ini bukan tentang menjadi perfeksionis, melainkan realistis dan strategis dalam mengelola hidup. Kita menyadari bahwa tidak semua peluang harus diambil, dan tidak semua permintaan harus dipenuhi. Dalam proses ini, kita membebaskan diri dari tekanan “harus melakukan segalanya”, dan mulai hidup dengan lebih tenang, terarah, dan bermakna.

Cara berpikir ini juga membantu kita menemukan kebahagiaan sejati. Saat kita hidup sesuai dengan prioritas yang kita nilai sebagai penting, baik itu pengembangan diri, keluarga, spiritualitas, atau kontribusi sosial, maka kita merasa utuh, bukan kosong. Kita tidak lagi mengejar validasi eksternal, melainkan hidup dengan integritas dan kesadaran diri. Dan inilah salah satu bentuk kemerdekaan yang paling dalam: ketika kita memilih sendiri arah hidup kita, dan menjalankannya dengan kesungguhan.

Pesan Anies ini adalah ajakan untuk membangun kualitas hidup, bukan hanya kuantitas aktivitas. Saat kita berhenti mencoba menjadi segalanya bagi semua orang, kita bisa mulai menjadi sesuatu yang bermakna bagi beberapa hal yang benar-benar penting. Esensialisme bukan tentang membatasi diri, melainkan menyadari bahwa hidup kita terlalu berharga untuk dihabiskan pada hal-hal yang tidak esensial. Dengan memilih yang penting, kita memberi ruang bagi diri kita untuk tumbuh, memberi dampak, dan menemukan kepuasan yang sejati. Jangan lakukan segalanya, lakukan yang terpenting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berubah Demi Diri, Bukan Orang Lain

Ungkapan " Ketika ada seseorang mengatakan bahwa engkau telah berubah, sebenarnya...