Kamis, 20 Februari 2025

Berhenti Mengejar Pengakuan Manusia, Mulailah Mengejar Ridha Allah

Ungkapan "Kita takkan mampu menyenangkan semua orang, maka senangkan saja Allah dengan terus perbaiki diri kita" mengajarkan sebuah hikmah mendalam tentang fokus dalam menjalani kehidupan. Sering kali, kita terjebak dalam keinginan untuk mendapatkan pengakuan, diterima oleh banyak orang, atau berusaha menyenangkan semua orang di sekitar kita. Namun, realitasnya adalah bahwa manusia memiliki pandangan, harapan, dan standar yang berbeda-beda. Tidak peduli seberapa keras kita mencoba, selalu ada orang yang tidak puas atau memiliki pendapat berbeda. Maka, daripada menghabiskan energi untuk sesuatu yang mustahil, lebih baik kita mengarahkan fokus kepada hal yang lebih bermakna: mendapatkan ridha Allah dengan terus memperbaiki diri.

Berusaha menyenangkan semua orang bisa menjadi beban yang berat dan melelahkan. Jika kita terus-menerus mencari validasi dari manusia, kita akan selalu merasa kurang dan kehilangan jati diri kita sendiri. Ada saatnya ketika kita melakukan sesuatu dengan niat baik, tetapi tetap saja mendapatkan kritik atau ketidakpuasan dari orang lain. Ini adalah pengingat bahwa kepuasan manusia bersifat sementara dan tidak selalu mencerminkan kebenaran. Sebaliknya, jika kita menjadikan Allah sebagai tujuan utama dalam setiap tindakan, kita akan mendapatkan ketenangan batin karena tidak lagi tergantung pada penilaian manusia.

Memperbaiki diri bukan berarti harus menjadi sempurna, karena kesempurnaan bukanlah sifat manusia. Namun, itu berarti selalu berusaha untuk menjadi versi terbaik dari diri kita, menjalani hidup dengan nilai-nilai yang baik, dan mendekatkan diri kepada Allah. Ketika kita fokus pada perbaikan diri dengan niat yang tulus, kita akan lebih mudah menerima kritik dengan lapang dada dan menjadikannya sebagai bagian dari proses pembelajaran, bukan sebagai sumber kekecewaan. Ini juga akan membantu kita menjalani hidup dengan lebih tenang dan bahagia, tanpa terbebani oleh ekspektasi orang lain.

Selain itu, menyenangkan Allah tidak hanya tentang ibadah ritual seperti shalat, puasa, atau membaca Al-Qur’an, tetapi juga tentang bagaimana kita berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi pribadi yang jujur, sabar, penyabar, dan peduli kepada sesama juga merupakan bentuk ibadah. Allah tidak menilai seseorang berdasarkan popularitas atau seberapa banyak orang yang menyukainya, tetapi berdasarkan ketulusan hati dan usaha seseorang untuk selalu berjalan di jalan yang benar. Jika kita menjadikan Allah sebagai pusat kehidupan, maka tidak peduli seberapa banyak kritik atau pujian yang datang, hati kita akan tetap merasa damai.

Ketika kita fokus menyenangkan Allah, kita akan lebih tulus dalam melakukan kebaikan. Kita tidak akan melakukan sesuatu hanya untuk mendapatkan pujian atau penghargaan dari manusia, tetapi karena kita tahu bahwa setiap kebaikan yang kita lakukan dicatat oleh Allah. Hal ini juga akan menghindarkan kita dari rasa kecewa ketika orang lain tidak menghargai apa yang telah kita lakukan. Sebab, kita sadar bahwa manusia bisa berubah-ubah dalam menilai, tetapi Allah Maha Adil dan Maha Mengetahui setiap usaha kita.

Akhirnya, ungkapan ini mengajarkan kita untuk hidup dengan lebih ikhlas dan damai. Tidak perlu memaksakan diri untuk menyenangkan semua orang, karena itu adalah hal yang mustahil. Sebaliknya, cukup fokus pada jalan yang benar, memperbaiki diri, dan berusaha menjalani hidup dengan nilai-nilai yang diridhai oleh Allah. Dengan begitu, kita tidak hanya mendapatkan ketenangan di dunia, tetapi juga kebahagiaan sejati yang berbuah di akhirat. Maka, jangan sibuk mencari pengakuan dari manusia, tetapi sibukkanlah diri untuk mendapatkan ridha Allah, karena itulah yang sejati dan abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ilmu yang Menerangi Hati: Menerima Perbedaan dengan Bijaksana

Kalam hikmah Al-Habib Prof. Dr. KH. Said Agil Husin Al Munawar, MA, " Semakin tin...