Kalam hikmah yang disampaikan
oleh Abu Ubaidah Amir bin Abdullah bin al-Jarrah أَلَا رُبَّ مُبَيِّضٍ
لِثِيَابِهِ، مُدَنِّسٍ لِدِيْنِهِ. أَلَا رُبَّ مُكْرِمٍ لِنَفْسِهِ، وَهُوَ لَهَا
مُهِيْنٌ (Ketahuilah, betapa banyak orang yang
memutihkan pakaiannya, tetapi ia justru mengotori agamanya. Dan betapa banyak
orang yang tampak memuliakan dirinya, tetapi sejatinya ia sedang menghinakannya)
mengandung pesan yang sangat mendalam dan relevan dalam kehidupan kita
sehari-hari. Dalam kata-katanya, beliau menggugah kita untuk tidak hanya
memperhatikan penampilan luar, tetapi lebih penting untuk memperhatikan
kualitas diri dan integritas dalam menjalani kehidupan. Terkadang, kita lebih
fokus pada aspek fisik dan duniawi, seperti penampilan dan penghormatan dari
orang lain, namun mengabaikan esensi dari nilai-nilai kehidupan yang lebih
penting, yaitu akhlak, iman, dan perbuatan.
Abu Ubaidah Amir bin Abdullah
bin al-Jarrah mengingatkan kita bahwa tidak jarang orang yang tampaknya sangat
menjaga penampilan luar, namun pada saat yang sama, ia mengabaikan kehormatan
agamanya. Memutihkan pakaian memang dapat memberikan kesan bersih dan terawat,
tetapi jika seseorang tidak menjaga nilai-nilai agama dan moral dalam
kehidupannya, maka apa arti penampilan itu? Agama dan moralitas jauh lebih
penting daripada hanya sekadar penampilan fisik. Kalam hikmah ini mengajak kita
untuk senantiasa menjaga kesucian hati dan tindakan, bukan hanya berfokus pada
hal-hal yang sifatnya sementara dan fana.
Lebih lanjut, beliau juga
mengingatkan kita tentang bahaya dari kesombongan dan rasa ingin dipuji.
"Betapa banyak orang yang tampak memuliakan dirinya, tetapi sejatinya ia
sedang menghinakannya." Ini menunjukkan bahwa orang yang sibuk mencari
pengakuan atau penghormatan dari orang lain sering kali kehilangan harga
dirinya yang sejati. Mereka yang berusaha menonjolkan diri melalui penghargaan
duniawi tanpa memperhatikan akhlak dan sikap yang baik, justru sedang
merendahkan diri mereka sendiri. Penghormatan yang sejati datang dari ketulusan
dan kebaikan hati, bukan dari penampilan semata.
Kalam hikmah ini juga mengajarkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada pencapaian duniawi, seperti pengakuan sosial atau status sosial yang tinggi. Sebaliknya, kebahagiaan yang sesungguhnya terletak pada kedamaian batin dan kesadaran akan nilai-nilai luhur dalam hidup. Dengan menjaga agama dan moralitas, serta tidak terjebak dalam pencarian pengakuan duniawi, kita akan menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang lebih mendalam. Ini adalah panggilan untuk hidup dengan integritas, di mana tindakan kita mencerminkan iman dan prinsip yang kita anut.
Akhirnya, kalam hikmah ini mengingatkan kita untuk lebih bijaksana dalam menilai diri sendiri dan orang lain. Jangan sampai kita hanya terjebak pada penampilan luar yang bersifat sementara. Lebih penting untuk menilai seseorang dari akhlak dan tindakannya, karena itulah yang sesungguhnya mencerminkan kualitas diri yang sesungguhnya. Dalam kehidupan yang serba cepat ini, kita perlu kembali mengingatkan diri kita untuk tidak hanya mengejar penampilan luar, tetapi untuk memperhatikan dan menjaga hati serta moralitas kita, agar kita tetap berada di jalan yang benar dan tidak tergoda oleh kemewahan dunia yang semu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar